Assalamualaikum
wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan
dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah
ini membahas tentang “PENYAKIT DEMAM
BERDARAH (DBD)” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita
khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit Demam berdarah.
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman.selain itu kami juga berharap
semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan
meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih sangat minim,sehing saran dari dosen pengajar serta
kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Musim
hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang terjadi
pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir
yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau
berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat
mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada
saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk dengan cara
pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi lingkungan atau non
kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian secara
kimiawi.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal
serangga yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup
berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan
nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan
umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak
daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk
seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya
disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada
sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit
ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga
kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini
sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di
Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak
nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam
kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita
sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.
DBD
bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah
menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita,
serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai
April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia,
terutama bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam
berdarah setiap tahun.
Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan
manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan
sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya
dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD
adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk tersebut.
Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan
Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan
abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk. Program studi Kesehatan Lingkungan
Program Diploma tiga Kesehatan FIK UMS sebagai salah satu institusi yang dapat
melaksanakan fogging merasa bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran
penyakit ini. Sebagai wujud kepedulian itu maka dilaksanakan program fogging di
beberapa daerah.
Berbagai
upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah dilaksanakan
meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan
dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas
sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang
nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum
optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang
nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain
pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan
masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.
Adapun
beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan masalah demam berdarah
antara lain :
1.
Apa
sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dan apa penyebabnya?
2.
Bagaimana
cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup vektor penular penyakit
DBD?
3.
Seperti
apa patogenitas DBD terhadap manusia?
4.
Bagaimana cara pencegahan penyakit DBD ?
5.
Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar
tidak mewabah ?
6.
Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?
Tujuan di buatnya
makalah ini adalah :
1.
Memberi
pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan penyebabnya.
2.
Memberi
pengetahuan tentang cara penularan dan vektor penyakit demam berdarah
3.
Memberi
pengetahuan tentang patogenitas DBD
4.
Memberikan informasi tentang cara pemberantasan penyakit
demam berdarah.
5.
Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit
demam berdarah.
6.
Mengetahui gejala dan berbagai pencegahan untuk penyakit
demam berdarah tersebut.
Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan
gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit
ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga
kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam
penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit
lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Tanda
dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi selama 3 – 15
hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan
menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
1.
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat
Celsius).
2.
Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik
(puspura) perdarahan.
3.
Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam
(konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces)
berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
4.
Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5.
Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6.
Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7
terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi
peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7.
Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti
mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil,
kejang dan sakit kepala.
8.
Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9.
Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan
pegal/sakit pada persendian.
10.
Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya
pembuluh darah.
Aedes
aegypti
|
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti
juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow
fever) dan chikungunya. Penyebaran
jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia.
Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti
merupakan pembawa utama (primary vector) dan
bersama Aedes albopictus
menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan
penyakit demam berdarah, masyarakat
harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk
membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya
penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vektornya, karena
tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang
dapat menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam
penularan virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa negara
lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti hasil penelitian
yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar, 1997).
Untuk
daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya (Luft,1996). Selain
kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes yang bisa
bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes cooki
dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae,
sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).
Bila
nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, maka nyamuk
tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi nyamuk yang infektif
maka akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu nyamuk
betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada generasi selanjutnya
lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam
penularan pada manusia. Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu
8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa tersebut dikenal
sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).
Nyamuk
Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam
kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih
keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua
garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari
spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau
terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan
warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi
lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan
dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya
lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk
jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
Untuk
genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan
memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa
mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih
keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak
yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di
tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya.
Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu
pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva Aedes
pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.
Nyamuk
betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada
dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang
bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor
nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali
bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu
kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).
Aedes
aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang
hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk
betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan
protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan
darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini
menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam
berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam
kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah
meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Nyamuk dewasa betina
mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah
ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan
dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari
terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).
Infeksi
virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah
pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu
kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk
kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap
darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya,
risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di
Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan
perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun
tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang
cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Semua tempat penyimpanan
air bersih yang tenang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes
misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air hujan, bak kamar mandi
atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan, vas bunga berisi air
dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak pada
kontainer yang ada dalam rumah.
Perkembangan
hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar
10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai
3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara
sekelilingnya (Biswas et al., 1997).
Nyamuk
A. aegypti, seperti halnya culicines lain,
meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk
elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1
sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva
yang disebut instar.
Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah
mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa
dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari
pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8
hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes
aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan
kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva.
Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya.
Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang
dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan
akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap
darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan
nyamuk-nyamuk.
Nyamuk
Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan sekitarnya pada
tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan Aedes
albopictus yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air alami
yang terdapat di luar rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung kelapa,
lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk Aedes
aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang
terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang
tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya
(Srisasi G et al., 2000).
Aedes
aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan
subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan.
Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m.
Tetapi di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California
2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti
bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).
Kemampuan
terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan normalnya kira-kira
40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple
bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.
Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah
terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus
Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa
penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
Memonitor
kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi
adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu daerah dan pengukuran
kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan dengan cara pemeriksaan
tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3 angka indeks yang perlu
diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari G et
al., 2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif dengan larva
Aedes aegypti dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau merupakan
indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk, sedangkan indeks rumah
menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah adalah
prosentase rumah ditemukannya larva Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah
prosentase kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti. Penelitian dari
Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat untuk mempertimbangkan Aedes
aegypti sebagai vektor dengan cara menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat
terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian
Cleland dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di
Afrika Selatan yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya
sebagai vektor untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).
D. Patogenitas dbd
Penyakit
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1,
DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan
dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di
Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al.,
1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia)
dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah
badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga
muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare
(Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi
klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah
perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik
atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF),
Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan
manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi,
nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit ( Soegijanto S., 2004).
Virus
Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam
sistem retikuloendotelial, dengan target utama virus Dengue adalah APC (Antigen
Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan
seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al.,
2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir
setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan
menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen
Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel
T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus.
T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada
3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998).
Penyakit
infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat
ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi
virus, yaitu kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu
teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic
susceptibility) antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi
antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya (Darwis D.,
1999).
Patofisiologi
primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1). Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung penemuan
post mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).
Patogenesis
DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat menjelaskan satu atau
beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat menjelaskan secara utuh
keseluruhan fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa teori tentang
patogenesis DBD adalah The Secondary Heterologous Infection Hypothesis,
Hipotesis Virulensi Virus, Teori Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE),
Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).
Pencegahan
dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan vektor penyakit
karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini
meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan
sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan
sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa
menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi
dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan
larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-kolam
(Soegijanto S., 2004).
Departemen kesehatan
telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya
strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan,
kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut
sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Pencegahan penyakit
DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti
(Rozendaal JA., 1997).
Pengendalian nyamuk
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk
mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh : menguras bak mandi/penampungan air
sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti dan menguras vas bunga dan tempat
minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan? air,
mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah?. Tumpah
atau bocornya air dari pipa distribusi, katup air, meteran air dapat
menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes
aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis
antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan
bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa yang dimainkan oleh copepod crustacea
(sejenis udang-udangan) telah didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai
predator yang efektif terhadap Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga
digunakan perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini
sedang dikembangkan di Singapura.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini
antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan menggunakan malathion dan
fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat
memutus rantai penularan penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging
diharapkan jumlah penderita Demam Berdarah DHF dapat berkurang. Sebelum
pelaksanaan fogging pada masyarakat telah diumumkan agar menutup makanannya dan
tidak berada di dalam rumah ketika dilakukan fogging termasuk orang yang sakit
harus diajak ke luar rumah dahulu, selain itu semua ternak juga harus berada di
luar. Namun demikian untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan maka
dalam pelaksanaannya fogging dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I
(pendamping) bertugas membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua ruangan
yang ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah termasuk bayi,
anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring sakit, selain itu
ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua makanan harus sudah ditutup.
Setelah siap operator pendamping ke luar dan operator II (Operator swing Fog)
memasuki rumah dan melakukan fogging pada semua ruangan dengan cara berjalan
mundur. Setelah selesai operator pendamping baru menutup pintu. Rumah yang
telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama kurang lebih satu jam
dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada dalam rumah dapat terbunuh semua,
dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan terbunuh karena malathion bekerja secara
“knoc donw”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar rumah / pekarangan.
Setelah satu rumah beserta pekarangannya selesai difogging maka fogging
dilanjutkan ke rumah yang lain, sampai semua rumah dan pekarangan milik warga
difogging.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing fog untuk mendapatkan hasil
yang optimal adalah sebagai berikut :
a.
Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk
malation, konsentrasi larutan adalah 4 – 5 %.
b.
Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut
yang digunakan dan debit keluaran yang diinginkan.
c.
Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif
50m.d) Kecepatan berjalan
d.
ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2
atau 2 – 3 menit untuk satu rumah dan halamannya.
e.
Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas
puncak dari nyamuk, yaitu jam 09.00 – 11.00.
Dalam pelaksanaan fogging inipun telah diperhatikan
hal-hal di atas sehingga diharapkan hasilnya juga optimal. Berdasarkan hasil
survei jentik ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah penduduk. Jentik
tersebut berada di kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan di luar rumah dengan
kondisi kurang bersih dan kurang terawat, sedang 4 kamar mandi yang lain berada
di dalam rumah. Bahkan satu kamar mandi terbuat dari keramik, namun demikian
kamar mandi ini berhubungan langsung dengan pekarangan yang cukup luas dengan
tanaman-tanaman besar yang cukup banyak, sehingga dimungkinkan nyamuk berasal
dari pekarangan. Bagi penduduk yang kamar mandinya masih ditemukan jentik, maka
pada saat itu juga team yang bertugas langsung memberikan pengarahan dan
penyuluhan pada pemilik rumah untuk membersihkan kamar mandinya agar tidak
menjadi sarang nyamuk.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang
paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya
kurang tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas
nyamuk Aedes aegypti dewasa, sehingga jika di beberapa rumah penduduk masih
diketemukan jentik nyamuk, maka dimungkinkan penularan demam berdarah masih
berlanjut dengan dewasanya jentik yang menjadi nyamuk. Apalagi siklus perubahan
jentik menjadi nyamuk hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu.
Sehingga jika di daerah tersebut terdapat penderita demam berdarah baru maka
dimungkinkan akan cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap lebih efektif
adalah dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Cara
yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan
cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras dan
mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga
melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur
larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot
dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan memeriksa
jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat (Deubel V et al., 2001).
Kegiatannya
dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan pekarangannya, selokan
selokan di samping rumah serta melakukan 3M ( Menguras kamar mandi (termasuk
mengganti air untuk minuman burung dan air dalam vas bunga), menutup tampungan
/ tandon air dan mengubur barang-barang bekas yang mungkin menjadi tempat
sarang nyamuk, termasuk pecahan botol dan potongan ban bekas). Jika diperlukan
dapat ditaburkan abate dengan dosis 10 gr/ 100 liter air, untuk membunuh
jentik-jentik pada bak kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal
ini masyarakat tidak perlu takut kalau-kalau terjadi keracunan karena abate ini
hanya membunuh jentik nyamuk dan aman bagi manusia maupun ikan. Untuk
mendapatkan hasil yang terbaik dalam memutus rantai penularan penyakit demam
berdarah adalah dengan pelaksanaan PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan
fogging oleh petugas dan kembali dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara
ini telah dilakukan oleh seluruh masyarakat secara merata di berbagai wilayah,
artinya tidak hanya satu Rt atau Rw saja, tetapi telah meluas di semua wilayah
maka pemberantasan demam berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya
satu daerah saja yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak,
maka dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun
berkunjung ke daerah yang masih terdapat penderita demam berdarah dan tergigit
oleh nyamuk Aedes aegypti akan tertular demam berdarah pula dan dengan cepat
penyakit inipun akan tersebar luas kembali.
Pemerintah
juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi)
pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan dengan fokus pemberian
penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala. Perekrutan
warga masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dengan fungsi utama
melaksanakan kegiatan pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara
periodik dan penyuluhan kesehatan. Peran media massa dalam penanggulangan KLB
DBD dan sebagai peringatan dini kepada masyarakat juga ditingkatkan. Dengan
adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan kepada khalayak yang cepat diharapkan
masyarakat dan departemen terkait lebih wasapada. Intensifikasi pengamatan
(surveilans) penyakit DBD dan vektor dengan dukungan laboratorium yang memadai
di tingkat Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi (Kristina et al.,
2004).
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah
mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu
dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air
dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui
infus (intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika jumlah
platelet menurun drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya adalah
pemberian obat – obatan misalnya :
• Parasetamol membantu
menurunkan demam
• Garam elektrolit
(oralit) jika di sertai diare
• Antibiotik berguna
untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres dingin, tidak perlu dengan es
karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat
di lakukan dengan alkohol.Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah
dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di
buktikan secara medis, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan
cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.
Pencegahan
dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena
nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada
di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada
penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit
DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
a.
Pada Larva / jentik nyamuk:
1.
dilakukan
dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada umumnya 3M:
Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air kamar mandi; karena jentik /
larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) akan menempel pada dinding
bak penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman
pada dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva
nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu
hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi
setelah dikuras diding tersebut harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak
penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air,
sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti)
mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk reproduksinya, Mengubur
barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang
berlarut-larut ini harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk
untuk bereproduksi.
2.
dilakukan
dengan cara pencegahan preventive yaitu memelihara ikan pada tempat penampungan
air
b. Pada Nyamuk Dewasa :
1.
Dengan
memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk pencegahan agar nyamuk
dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan sekitar kita.
2.
Dengan
menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk nyamuk yang menggunakan
lampu sebagai bahan penariknya (attractan) dan untuk membunuhnya dengan
mengunakan aliran listrik. Cara kerja tersebut sama dengan Electric Raket.
a. Pada Larva / jentik nyamuk:
Yaitu dikakukan dengan menaburkan
bubuk larvasida atau yang biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air
yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan
air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3
bulan sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding
tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran
yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai
berikut :
Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan =
(100/10) x 1 gram = 10 gram ABATE
Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan.
Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
b. Pada Nyamuk Dewasa :
1.
Dilakukan
Space Treatment : Pengasapan (Fogging) dan Pengkabutan (Ultra
Low Volume) dengan insectisida yang bersifat knock down mampun menekan
tingkat populasi nyamuk dengan cepat.
2.
Dilakukan
Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada tempat hinggapnya
nyamuk biasanya bekisaran antara 0 – 1 meter diatas permukaan lantai bangunan.
3.
Dengan
memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk semprot yang siap pakai dan bisa
juga memakai obat oles anti nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent)
pada nyamuk yang akan mendekat.
Beberapa
upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan nyamuk dengan cara
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi Lingkungan
Yaitu
setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara permanen agar tempat
perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan, pengeringan,
pembuatan bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta pengaturan sistem
pengairan (irigasi). Kegiatan ini di Indonesia populer dengan nama kegiatan
pengendalian sarang nyamuk ”3M” yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun
berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk.
2. Manupulasi Lingkungan
Yaitu
suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak
menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut dari laguna,
pengubahan kadar garam dan juga sistem pengairan secara berkala di bidang
pertanian.
3. Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah
Laku
Yaitu
kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi perkembangan vektor dan
mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini dilakukan dengan cara
menempatkan dan memukimkan kembali penduduk yang berasal dari sumber nyamuk
(serangga) penular penyakit, perlindungan perseorangan (personal protection),
pemasangan rintangan-rintangan terhadap kontak dengan sumber serangga vektor,
penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan buangan lainnya.
4. Pengendalian Hayati
Yaitu cara lain untuk
pengendalian non kimiawi dengan memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk.
Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan pengetahuan dasar yang memadai baik
mengenai bioekologi, dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga
bioekologi musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini
lebih rumit dan hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan
penggunaan insektisida. Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan hasil
yang optimal jika merupakan bagian suatu pengendalian secara terpadu.
5. Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati
adalah predator, patogen dan parasit.
a. Predator
Adalah musuh alami yang
berperan sebagai pemangsa dalam suatu populasi nyamuk. Contohnya beberapa jenis
ikan pemakan jentik atau larva nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah
lama digunakan sebagai pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan
kepala timah. Jenis ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan
ikan nila di persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator
yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik
nyamuk lainnya ( sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di
beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan dalam
rangkaian usaha memberantas nyamuk demam berdarah secara tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik
yang bersifat patogen terhadap jentik nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai
jenis virus (seperti virus yang bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri
(seperti Bacillus thuringiensis subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa
(seperti Nosema vavraia, Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces,
Lagenidium, Culicinomyces)
c. Parasit
Yaitu mahluk hidup yang
secara metabolisme tergantung kepada serangga vektor dan menjadikannya sebagai
inang. Contohnya adalah cacing Nematoda seperti Steinermatidae (Neoplectana),
Mermithidae (Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan
untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan
lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya, masuk ke dalam
rongga tubuh, merusak dinding dan jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis
cacing Romanomermis culiciforax merupakan contoh yang sudah diproduksi secara
komersial untuk mengendalikan nyamuk.
Meskipun demikian
pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini masih terbatas pada daerah-daerah
tertentu karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya menyerang pada fase dan
spesies serangga tertentu dan memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang
kuat.
Berdasarkan
hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan bahwa
fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan
vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat
diputuskan. Selain fogging juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan
abate dengan dosis 10 gram untuk 100 liter air pada tampungan air yang
ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN (
Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
·
Menguras
·
Menutup tampungan air, dan
·
Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang
nyamuk juga dapat menjadi cara untuk memberantas DBD.
Banyak
cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
·
Mengatasi perdarahan.
·
Mencegah keadaan syok.
·
Menambah cairan tubuh dengan infus.
Untuk mencegah DBD,
dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk pada waktu pagi hingga
sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.
1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya
dari penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa
khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya
demam berdarah.
2. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M
plus,tidak hanya
bila terjadi wabah tetapi harusdijadikan
gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
3. Early Warning Outbreak Recognition
System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.
4.
Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk
mencegah DBD.18
·
Anonym.
2011.Pengendalian Nyamuk. http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=911&sub=2&view=news.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Pengendalian Nyamuk
Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi Lebih Diutamakan.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-nyamuk-dengan-pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/.
Di
akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Etiologi dan Patogenesis
DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-patogenesis-dbd/.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Program Penanggulangan
DBD di Indonesia. http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-indonesia/.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Nyamuk Transgenic Harapan Baru Penanggulangan DBD http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-baru-penanggulangan-dbd.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Aedes aegypti. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Ciri-Ciri Nyamuk Penyebab Penyakit Demam Berdarah http://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-penyebab-penyakit-demam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Anonym.
2011. Penyakit Demam Berdarah Dengue. http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd.html.
Di akses tanggal 23 maret 2012.
·
Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.id
Di
akses tanggal 23 maret 2012.
saran jika anak anda terkena dbd obatnya untuk anak anda icecream rasa vanilla yang banyak karena dapat meningkatkan trombosit dengan cepat!selamatkan anak anda kasihan anak anda!semoga lekas sembuh anak anda ☺♥̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̨̨̨̨̨̨̨̨͡)Ǥøϑ ϐℓєšš чöü♥̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̸̨̨̨̨̨̨̨̨͡)☺ !
ReplyDeletePenyakit demam berdarah dapat ditangani secara alami.
ReplyDeleteTerimakasih buat masukannya.
menang BERSAMA
hidup adalah PERJUANGAN
Bahagia selamanya
https://wsdsite.wordpress.com/2017/11/21/alasan-ri-belum-akan-impor-gas-pada-2019/
ReplyDelete