SEJARAH KERAJAAN MAJAPAHIT
Berdirinya Majapahit
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnusebagai penggambaranKertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional
Republik Indonesia.Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai
Khan, penguasa Dinasti
Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi[ ke Singhasari yang menuntutupeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk
membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan
memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi
besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja,
Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden
Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim
utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya
menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas
disambut dengan senang hati.[15] Raden
Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika
pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk
bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden
Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik
pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri
asing Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap
angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu
enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang
digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan
Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang
bertepatan dengan tanggal 10
November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmiKertarajasa
Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah.
Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan
tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji
Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra
Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga
bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua
orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam
pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.[17] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra
dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan
Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca.
Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi
Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336,
Tribhuwana menunjuk Gajah
Mada sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah
Palapa yang menunjukkan rencananya
untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama
kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan
terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai
kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya,Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit
Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.
Hayam
Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan
bantuan mahapatihnya, Gajah
Mada. Di bawah perintah Gajah Mada
(1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya,Kalimantan, Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua,
Tumasik (Singapura)
dan sebagian kepulauanFilipina
Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan
Majapahit.
Namun
demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan
tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit,
tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa
monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian
selatan, dan Vietnam,
dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain
melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan
diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik,
Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putriKerajaan
Sunda sebagai permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian
persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya
bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam
Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat
hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit.
Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan
Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan,
keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh
rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam Tradisi
menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan
"bela pati", bunuh
diri untuk membela kehormatan
negaranya. Kisah Pasunda
Bubat menjadi tema utama dalam
naskah Kidung Sunda yang
disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan.
Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam
Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit.
Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih
mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan
langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa
Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi
luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka.
Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas
daerah itu dapat mengundang reaksi keras.[24]
Pada
tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan
serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.[2]
Meskipun
penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan
kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya
adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan
Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
Jatuhnya Majapahit
Pasukan Majapahit
Sesudah
mencapai puncaknya pada abad
ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris
Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri,
pangeran Wikramawardhana.
Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang
Paregreg diperkirakan terjadi pada
tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya
dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang.
Pada
kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti
Ming yang dipimpin oleh
laksamana Cheng Ho,
seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu
1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan
komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa,
seperti di Semarang, Demak, Tuban,
dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara
Jawa.[25]
Wikramawardhana
memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah
putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi.
Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451.
Setelah Kertawijaya wafat, Bhre
Pamotan menjadi raja dengan gelar
Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD.
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian
wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran
Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya
sebagai raja Majapahit.[8].
Ketika
Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh
Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah
kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan
Malaka, mulai muncul di bagian barat
Nusantara[26].
Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi
membendung kebangkitan Kesultanan
Malaka yang pada pertengahan abad
ke-15 mulai menguasai Selat
Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke
Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di
daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit.Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke
pedalaman di Daha (bekas
ibu kota Kerajaan Kediri)
dan terus memerintah disana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan
Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan.
Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar
Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat
konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di
pantai utara Jawa.
Waktu
berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun
1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan
berakhirnya suatu pemerintahan[27])
hingga tahun 1527.
Dalam
tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi.
Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai
0041, yaitu tahun 1400 Saka,
atau 1478 Masehi.
Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang
sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre
Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, olehGirindrawardhana[28].
Menurut
prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi [28] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa
ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan
Demak, karena penguasa Demak adalah
keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527.[29] Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan
anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari
pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya
melawan Kertabhumi.
Dengan
jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan
Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit[30].
Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah),
diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi
Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V
dengan seorang putri China.
Catatan
sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome
Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan
Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati
Unus, penguasa dari Kesultanan
Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M
Demak
memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama
yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa
kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan
Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar
seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger,
kawasan Bromo dan Semeru.
Berdirinya Kerajaan
Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan Singosari. Sebagaimana
yang kita pelajari sebelumnya, kerajaan Singosari runtuh setelah salah satu
raja vasalnya yaitu Jayakatwang mengadakan pemberontakan. Kerajaan Majapahit
didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja Singhasari
terakhir, Kertanegara. Raden Wijaya beserta istri dan pengikutnya dapat
meloloskan diri ketika Singhasari diserang Jayakatwang. Raden Wijaya meloloskan
diri dan pergi ke Madura untuk menemui dan meminta perlindungan Bupati Sumenep
dari Madura yaitu Aryawiraraja.
Berkat Aryawiraraja
juga, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang, bahkan Raden Wijaya
sendiri diberi tanah di hutan Tarik dekat Mojokerto yang kemudian daerah itu
dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan Majapahit. Raden Wijaya
kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan mencari saat yang tepat untuk
menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu, dia mencoba mencari dukungan kekuatan
dari raja-raja yang masih setia pada Singhasari atau raja yang kurang senang
pada Jayakatwang.
Kesempatan untuk
menghancurkan Jayakatwang akhirnya muncul setelah tentara Mongol mendarat di
Jawa untuk menyerang Kertanegara. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh Raden
Wijaya dengan cara memperalat mereka untuk menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya
bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan berhasil mengalahkan pasukan
Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil ditangkap dan lalu dibunuh oleh
pasukan Kubhilai Khan.
Setelah Jayakatwang
terbunuh, lalu Raden Wijaya melakukan serangan balik terhadap pasukan Kubhilai
Khan. Raden Wijaya berhasil memukul mundur pasukan Kubhilai Khan, sehingga
mereka terpaksa menyelamatkan diri keluar Jawa. Setelah berhasil mengusir
pasukan Kubhilai Khan, Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit pada
tahun 1293 M dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang raja
yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara sebagai
permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang bernama
Jayanegara, sedangkan dari Gayatri, Raden Wijaya mempunyai dua orang putri,
yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.
Para pengikut Raden
Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi
kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas
dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal ini menimbulkan pemberontakan di
sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden Wijaya meninggal dunia dan didarmakan di
Antahpura, dekat Blitar. Setelah Raden Wijaya meninggal dunia, Kerajaan
Majapahit dipimpin oleh Jayanegara dengan gelar Sri Jayanegara.
Pada masa
pemerintahannya, Jayanegara dirongrong oleh serentetan pemberontakan.
Pemberontakan-pemberontakan ini datang dari Ranggalawe (1309), Lembu Sora
(1311), Juru Demung dan Gajah Biru (1314), Nambi
(1316), dan Kuti
(1320).
DINASTI
RAJASA (DINASTI GIRINDRA)
Pemberontakan Kuti
merupakan pemberontakan yang paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki
ibu kota Majapahit, sehingga raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah
Badandea. Jayanegara diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan
Gajah Mada. Berkat ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan
Kuti berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha
(Kediri).
Pada tahun 1328,
Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna Ratanca, ia didharmakan di dalam
pura di Sila Petak dan Bubat. Jayanegara tidak mempunyai putra, maka takhta
kerajaan digantikan oleh adik perempuannya yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia
dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu
Wardhani. Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada
tahun 1331. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai
penghargaan atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih di Majapahit
oleh Tribhuanatunggadewi.
Di hadapan raja dan
para pembesar Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal dengan
nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia tidak akan Amukti Palapa sebelum ia dapat
menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo,
Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Dalam rangka mewujudkan
cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1334, kemudian Kalimantan,
Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatera, dan beberapa daerah di Semenanjung
Malaka. Seperti yang tercantum dalam kitab Negarakertagama, wilayah kekuasaan
Kerajaan Majapahit sangat luas, yakni meliputi daerah hampir seluas wilayah
Republik Indonesia sekarang. Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua puluh
dua tahun. Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan
digantikan oleh putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M, putra
mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri
Rajasanagara dan ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
Kerajaan Majapahit
mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Wilayah
kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara. Pada saat itulah cita-cita
Gajah Mada dengan Sumpah Palapa berhasil diwujudkan. Usaha Gajah Mada dalam
melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun 1357 dengan terjadinya peristiwa
di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan Majapahit. Pada waktu itu, Hayam
Wuruk bermaksud untuk menikahi putri Dyah Pitaloka. Sebelum putri Dyah Pitaloka
dan ayahnya beserta para pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di Majapahit,
mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana terjadi perselisihan antara
Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan oleh raja Pajajaran
kepada raja Majapahit.
Para pembesar Kerajaan
Pajajaran tidak setuju, akhirnya terjadilah peperangan di Bubat yang
menyebabkan semua rombongan Kerajaan Pajajaran gugur. Pada tahun 1364 M, Gajah
Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan kehilangan yang sangat besar bagi
Majapahit. Kemudian pada tahun 1389 Raja Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini
menjadi salah satu penyebab surutnya kebesaran Kerajaan Majapahit di samping
terjadinya pertentangan yang berkembang menjadi perang saudara.
Setelah Hayam Wuruk
meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana. Ia adalah
menantu Hayam Wuruk yang menikah dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani.
Ia memerintah Kerajaan Majapahit selama dua belas tahun.
Pada tahun 1401 mulai
timbul persengketaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi. Bhre
Wirabhumi adalah anak Hayam Wuruk dari istri selirnya. Kemudian meletuslah
perang saudara, yang dikenal dengan nama Perang Paregreg, yang berhasil
dimenangkan oleh Wikramawardhana. Tetapi, pertentangan antarkeluarga ini belum
reda dan menimbulkan perasaan balas dendam.
Pada tahun 1429 M,
Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya raja-raja yang memerintah Majapahit
setelah Wikramawardhana adalah:
a. Suhita (1429 M 1447
M), putri Wikramawardhana;
b. Kertawijaya (1448 M
1451 M), adik Suhita;
c. Sri Rajasawardhana
(1451 M 1453 M);
d. Girindrawardhana
(1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;
e. Sri
Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);
f. Girindrawardhana
Dyah Ranawijaya.
Raja Majapahit yang
terakhir ialah Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Runtuhnya Kerajaan Majapahit
pada tahun 1400 Saka (1478 M) dijelaskan dalam Chandra Sengkala yang berbunyi, “Sirna
ilang Kertaning-Bhumi” dengan adanya peristiwa perang saudara antara
Dyah Ranawijaya dengan Bhre Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit
disebabkan karena serangan dari Kerajaan Islam Demak.
Antara tahun 1518 dan
1521, kekuasaan Kerajaan Majapahit telah beralih dari tangan penguasa Hindu ke
tangan Adipati Unus penguasa dari Demak. Demikianlah riwayat dari Kerajaan
Majapahit yang merupakan suatu kerajaan besar di Nusantara.
Di bidang ekonomi,
Hayam Wuruk menaruh perhatian pada pertanian dan perdagangan dengan menjadikan
Tuban sebagai salah satu pusat perdagangan Majapahit. Berdasarkan berita Cina
bernama Wng Ta-Yuan yang menggambarkan pulau Jawa yang padat penduduknya,
tanahnya subur dan banyak menghasilkan padi, lada, garam, kain, dan burung
kakatua yang semuanya merupakan barang ekspor. Hayam Wuruk berusaha untuk
menyejahterakan rakyatnya dengan membuat saluran pengairan, pembuatan
bendungan, dan pembukaan tanah baru untuk perladangan.
Di bidang
sosial-budaya, Hayam Wuruk berhasil membangun candi, antara lain Candi
Panataran, Candi Tegalwangi, Candi Sumber Jati, dan bangunan lainnya di daerah
Trowulan (Mojokerto) yang menjadi pusat pemerintahan Majapahit. Selain
membangun candi, dihasilkan juga pada masa kekuasaannya beberapa hasil karya
kesusastraan seperti naskah Negarakertagama, Sutasoma, Arjuna Wijaya, dan
sebagainya. Dalam naskah Sutasoma terdapat istilah “Bhinneka Tunggal Ika” yang
sekarang menjadi motto negara Indonesia untuk menyatukan persatuan dan kesatuan
bangsa.
No comments:
Post a Comment