Hubungan Antara Ilmu Kimia dengan
Lingkungan dan Program Study Agroteknologi
Indonesia adalah negara dengan
jumlah penduduk yang sangat besar. Di tahun 2013 ini saja jumlah penduduk di
Indonesia mencapai 250 juta jiwa ( http://www.bps.go.id ). Dengan banyaknya
jumlah penduduk di negara ini, maka hal ini pun berpengaruh pada besarnya
jumlah makanan hasil produksi pertanian yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Dan yang buruknya lagi adalah, ternyata hasil dari sektor pertanian lokal
Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan kita. Bukannya berfikir kreatif
misalnya dengan memanfaatkan lahan tidur menjadi lahan pertanian, tapi
pemerintah malah memilih jalan pintas untuk mengimpor bahan pangan dari negara
luar.
Ada banyak hal yang sebenarnya harus
di rubah pada pola fikir masyarakat Indonesia saat ini. Tak boleh lagi hanya
menjadi konsumen, tapi mestinya harus sudah mulai kreatif menciptakan dan
menjadi contoh bagi negara lainnya. Saya yakin, dengan jumlah penduduk yang
demikian besar, bentang alam yang juga tak kalah luas, jumlah lahan yang masih
lebih dari cukup, potensi alam yang masih belum banyak tergali dan
dimanfaatkan, bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan tampil sebagai
negara yang maju di sektor pertaniannya. Dan untuk mewujudkan hal itu,
dibutuhkan sinergi dari semua bidang ilmu.
Perkembangan ilmu pertanian dengan
kelestarian lingkungan sangatlah berkaitan. Bagaimana tidak, sampah organic
yang dulunya dianggap sebagai hal yang menjijikan ternyata bisa diolah menjadi
pupuk yang tentu saja mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Begitu juga
dengan limbah dari peternakan. Bisa diolah menjadi pupuk kandang dan biogas,
misalnya dari kotoran sapi.Teknologi pemurnian biogas menjadi biomethan (
biogas purifier), misalnya, kini mampu merobah biogas ( komposisi CH4 rendah)
menjadi gas baru kualitas tinggi yakni biomethan ( komposisi CH4 > 80 %,
bebas dari penyebab korosif pada motor bakar NH4, H2S serta berkurangnya
kandungan CO2).
Kualitas biogas menjadi biomethan itulah yang menjadikan gas yang dihasilkan dari pembangkitan ( digesting) dalam digester fiberglass, seperti Biophoskko, kini menjelma menjadi energi baru terbarukan (EBT). Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan ± 2 m3 biogas per hari, yang kalau dimurnikan menjadi biomethan bagi bahan bakar genset khusus biomethan, akan setara dengan energi listrik 2 KWH ( kilo watt hour) atau setara dengan 0,92 kg LPG.
Kualitas biogas menjadi biomethan itulah yang menjadikan gas yang dihasilkan dari pembangkitan ( digesting) dalam digester fiberglass, seperti Biophoskko, kini menjelma menjadi energi baru terbarukan (EBT). Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan ± 2 m3 biogas per hari, yang kalau dimurnikan menjadi biomethan bagi bahan bakar genset khusus biomethan, akan setara dengan energi listrik 2 KWH ( kilo watt hour) atau setara dengan 0,92 kg LPG.
Energi hijau dari pembangkitan
biomassa ( sampah organik, tumbuhan gulma air, gulma kebun, limbah pertanian)
kini dapat menggantikan secara sempurna BBM fosil ( solar, premium) bagi
menyalakan generator set yang selanjutnya dapat memberikan energi listrik bagi
manusia, tanpa lagi khawatir kerusakan genset akibat korosif. Ketika digunakan
sebagai pengganti LPG pun, tiap 1 m3 energi hijau (biomethan) akan setara
dengan 0,46 kg LPG (*).
Ilmu kimia juga sangat dibutuhkan
dalam usaha meningkatkan hasil pertanian. Mulai dari pemanfaatan ilmu kimia
untuk pengolahan dan kontrol terhadap kualitas tanah, air dan udara, kemudian
juga untuk menentukan takaran pada konsentrasi pupuk dan obat pembasmi hama pada
proses perkembangannya , sampai kepada peranan ilmu kimia untuk teknologi
pengolahan produk hasil pertanian pasca panennya.
Kenapa ilmu kimia sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan dan controlling terhadap kualitas tanah, air dan udara? Tentu saja, karena kita bisa mengetahui parameter kualitas tanah, air dan udara dengan perhitungan kimia. Karena PH tanah berpengaruh kepada tingkat kesuburan tanah, misalnya PH, tingkat jenuhnya, tekstur serta struktur tanahnya. Begitupun dengan pemakaian pupuk dan pestisida kimia sintesis. Salah-salah bisa mengakibatkan matinya organisme baik dalam tanah karena pemakaian pestisida yang berlebih. Penggunaan pestisida berlebih pun dapat menyebabkan terjadinya peledakan hama karena hama tersebut sudah kebal dengan jenis pertisida tertentu. Hal yang kontradiktif sekali dengan tujuan awal dibuatnya pestisida. Dengan tidak disadari, pestisida berlebih bisa membunuh predator alami dari hama tanaman tersebut .(http://planthospital.blogspot.com)
Kenapa ilmu kimia sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan dan controlling terhadap kualitas tanah, air dan udara? Tentu saja, karena kita bisa mengetahui parameter kualitas tanah, air dan udara dengan perhitungan kimia. Karena PH tanah berpengaruh kepada tingkat kesuburan tanah, misalnya PH, tingkat jenuhnya, tekstur serta struktur tanahnya. Begitupun dengan pemakaian pupuk dan pestisida kimia sintesis. Salah-salah bisa mengakibatkan matinya organisme baik dalam tanah karena pemakaian pestisida yang berlebih. Penggunaan pestisida berlebih pun dapat menyebabkan terjadinya peledakan hama karena hama tersebut sudah kebal dengan jenis pertisida tertentu. Hal yang kontradiktif sekali dengan tujuan awal dibuatnya pestisida. Dengan tidak disadari, pestisida berlebih bisa membunuh predator alami dari hama tanaman tersebut .(http://planthospital.blogspot.com)
Agroteknologi sendiri berasal dari
dua kata. Yaitu agro ( berasal dari kata Agronomi ) yaitu ilmu yang mempelajari
fenomena (gejala) dalam hubungannya dengan pertanian atau teori serta praktek
dalam pengelolaan tanah serta produks tanama. Sedangkan Teknologi berkaitan
erat dengan dengan sains serta perekayasaan. Jadi, Agroteknologi adalah sains
serta perekayasaan dalam pengelolaan tanah serta produksi tanaman untuk
mendapatkan perubahan yang lebih maju. (http://agro-pertanian.blogspot.com)
Melihat lingkungan sekitar saya
sekarang ini misalnya. Saya tinggal di negara yang konon katanya “ Gemah ripah
loh jinawi” yang artinya “Tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya”.
Inginnya, istilah itu tak hanya sekedar isapan jempol semata. Mengingat betapa
besarnya potensi yang ada pada bangsa dan negara ini.
Saya ingin bercerita sedikit Saya
lahir di sebuah desa kecil di Propinsi Lampung, Desa Batanghari. Nenek dan
kakek saya seorang petani. Mayoritas penduduk di desa kami juga berprofesi
sebagai petani.Saya masih ingat, ketika itu saya masih duduk di kelas 5 SD.
Ketika serangan hama( ulat ) besar-besaran yang menyerang tanaman tembakau di
desa kami termasuk ladang kakek saya. Semua merk pestisida kimia sudah dicoba.
Tapi tidak juga membuahkan hasil. Saat itu, ancaman gagal panen sudah di depan
mata. Apalagi melihat jumlah ulat yang dengan cepat meningkat dan memakan habis
daun tembakau.
Waktu itu kebetulan harga cabai
rawit sedang murah-murahnya. Karena melimpahnya hasil panen menyebabkan stok
cabai rawit akhirnya tidak laku terjual dan membusuk . Ayah saya yang kebetulan
bekerja di dinas kesehatan setempat mencoba untuk mencari solusi. Dengan
peralatan laboratorium seadanya, ayah saya mengambil sampel ulat yang memakan
daun tembakau tersebut. Kemudian ayah saya membuat larutan dengan konsentari
tinggi dari campuran cabai rawit yang di blender halus ditambah dengan air lalu
di semprotkan pada sampel ulat tersebut. Dan dalam hitungan detik, ulat itupun
mati. Lalu ayah saya pun membuat larutan dengan jumlah yang lebih banyak lalu
di semprotkan ke ladang tembakau kakek saya yang terkena hama ulat. Dan
hasilnya pun menakjubkan, kurang lebih 75 % ulat yang ada pun sukses di
musnahkan.
Kemudian di coba lagi penyemprotan
kedua di hari berikutnya. Dan kali ini, ulat yang ada di ladang kakek saya
tersebut sudah benar-benar musnah.Ayah saya pun segera menginformasikan hal ini
kepada instansi terkait, dalam hal ini tentu saja Dinas Pertanian. Dinas
pertanian langsung memberikan bantuan alat semprot kepada para petani. Para
petani dengan cara sawadaya mengumpulkan cabai rawit yang mereka tanam untuk di
jadikan pestisida alami. Dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama, hama
ulat pun berhasil di berantas. Sebuah solusi yang sebelumnya tidak pernah
terfikirkan oleh banyak orang. Dan belakangan diketahui, bahwa memang ada
kandungan zat tertentu pada cabai yang bisa digunakan sebagai bio-pestisida.
Belajar dari nenek moyang kita
terdahulu, ternyata ada banyak hal baik yang bisa kita contoh di zaman yang
serba instan ini. Kearifan local (local wisdom) yang hingga kini masih terjaga
di suatu sistem adat kependudukan suatu daerah, ternyata ikut andil dalam
menjaga kelestarian suatu lingkungan. Andai saja ilmu itu di manfaatkan secara
tepat guna dan sasaran, tentu saja swasembada pangan yang sudah lama di
dengung-dengungkan pemerintah suatu saat akan dapat kita realisasikan. Dan
andai saja dampak kerusakan lingkungan pasca penambangan timah bisa segera kita
minimalisir dan reklamasikan, bukan tidak mungkin, 50 atau 60 tahun lagi anak
cucu kita bisa coba merasakan nikmatnya jeruk, apel, durian ataupun buah-buahan
lain hasil pertanian lokal di Bangka Belitung. Yah, semoga saja.
No comments:
Post a Comment