Pages

Powered by Blogger.
Get Adobe Flash player

Saturday, 27 September 2014

HUBUNGAN ILMU KIMIA DENGAN LINGKUNGAN SEKITAR




Hubungan Antara Ilmu Kimia dengan Lingkungan dan Program Study Agroteknologi
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Di tahun 2013 ini saja jumlah penduduk di Indonesia mencapai 250 juta jiwa ( http://www.bps.go.id ). Dengan banyaknya jumlah penduduk di negara ini, maka hal ini pun berpengaruh pada besarnya jumlah makanan hasil produksi pertanian yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Dan yang buruknya lagi adalah, ternyata hasil dari sektor pertanian lokal Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan kita. Bukannya berfikir kreatif misalnya dengan memanfaatkan lahan tidur menjadi lahan pertanian, tapi pemerintah malah memilih jalan pintas untuk mengimpor bahan pangan dari negara luar.

Ada banyak hal yang sebenarnya harus di rubah pada pola fikir masyarakat Indonesia saat ini. Tak boleh lagi hanya menjadi konsumen, tapi mestinya harus sudah mulai kreatif menciptakan dan menjadi contoh bagi negara lainnya. Saya yakin, dengan jumlah penduduk yang demikian besar, bentang alam yang juga tak kalah luas, jumlah lahan yang masih lebih dari cukup, potensi alam yang masih belum banyak tergali dan dimanfaatkan, bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan tampil sebagai negara yang maju di sektor pertaniannya. Dan untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan sinergi dari semua bidang ilmu.
Perkembangan ilmu pertanian dengan kelestarian lingkungan sangatlah berkaitan. Bagaimana tidak, sampah organic yang dulunya dianggap sebagai hal yang menjijikan ternyata bisa diolah menjadi pupuk yang tentu saja mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Begitu juga dengan limbah dari peternakan. Bisa diolah menjadi pupuk kandang dan biogas, misalnya dari kotoran sapi.Teknologi pemurnian biogas menjadi biomethan ( biogas purifier), misalnya, kini mampu merobah biogas ( komposisi CH4 rendah) menjadi gas baru kualitas tinggi yakni biomethan ( komposisi CH4 > 80 %, bebas dari penyebab korosif pada motor bakar NH4, H2S serta berkurangnya kandungan CO2).
Kualitas biogas menjadi biomethan itulah yang menjadikan gas yang dihasilkan dari pembangkitan ( digesting) dalam digester fiberglass, seperti Biophoskko, kini menjelma menjadi energi baru terbarukan (EBT). Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan ± 2 m3 biogas per hari, yang kalau dimurnikan menjadi biomethan bagi bahan bakar genset khusus biomethan, akan setara dengan energi listrik 2 KWH ( kilo watt hour) atau setara dengan 0,92 kg LPG.
Energi hijau dari pembangkitan biomassa ( sampah organik, tumbuhan gulma air, gulma kebun, limbah pertanian) kini dapat menggantikan secara sempurna BBM fosil ( solar, premium) bagi menyalakan generator set yang selanjutnya dapat memberikan energi listrik bagi manusia, tanpa lagi khawatir kerusakan genset akibat korosif. Ketika digunakan sebagai pengganti LPG pun, tiap 1 m3 energi hijau (biomethan) akan setara dengan 0,46 kg LPG (*).

Ilmu kimia juga sangat dibutuhkan dalam usaha meningkatkan hasil pertanian. Mulai dari pemanfaatan ilmu kimia untuk pengolahan dan kontrol terhadap kualitas tanah, air dan udara, kemudian juga untuk menentukan takaran pada konsentrasi pupuk dan obat pembasmi hama pada proses perkembangannya , sampai kepada peranan ilmu kimia untuk teknologi pengolahan produk hasil pertanian pasca panennya.
Kenapa ilmu kimia sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan dan controlling terhadap kualitas tanah, air dan udara? Tentu saja, karena kita bisa mengetahui parameter kualitas tanah, air dan udara dengan perhitungan kimia. Karena PH tanah berpengaruh kepada tingkat kesuburan tanah, misalnya PH, tingkat jenuhnya, tekstur serta struktur tanahnya. Begitupun dengan pemakaian pupuk dan pestisida kimia sintesis. Salah-salah bisa mengakibatkan matinya organisme baik dalam tanah karena pemakaian pestisida yang berlebih. Penggunaan pestisida berlebih pun dapat menyebabkan terjadinya peledakan hama karena hama tersebut sudah kebal dengan jenis pertisida tertentu. Hal yang kontradiktif sekali dengan tujuan awal dibuatnya pestisida. Dengan tidak disadari, pestisida berlebih bisa membunuh predator alami dari hama tanaman tersebut .(http://planthospital.blogspot.com)
Agroteknologi sendiri berasal dari dua kata. Yaitu agro ( berasal dari kata Agronomi ) yaitu ilmu yang mempelajari fenomena (gejala) dalam hubungannya dengan pertanian atau teori serta praktek dalam pengelolaan tanah serta produks tanama. Sedangkan Teknologi berkaitan erat dengan dengan sains serta perekayasaan. Jadi, Agroteknologi adalah sains serta perekayasaan dalam pengelolaan tanah serta produksi tanaman untuk mendapatkan perubahan yang lebih maju. (http://agro-pertanian.blogspot.com)
Melihat lingkungan sekitar saya sekarang ini misalnya. Saya tinggal di negara yang konon katanya “ Gemah ripah loh jinawi” yang artinya “Tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya”. Inginnya, istilah itu tak hanya sekedar isapan jempol semata. Mengingat betapa besarnya potensi yang ada pada bangsa dan negara ini.

Saya ingin bercerita sedikit Saya lahir di sebuah desa kecil di Propinsi Lampung, Desa Batanghari. Nenek dan kakek saya seorang petani. Mayoritas penduduk di desa kami juga berprofesi sebagai petani.Saya masih ingat, ketika itu saya masih duduk di kelas 5 SD. Ketika serangan hama( ulat ) besar-besaran yang menyerang tanaman tembakau di desa kami termasuk ladang kakek saya. Semua merk pestisida kimia sudah dicoba. Tapi tidak juga membuahkan hasil. Saat itu, ancaman gagal panen sudah di depan mata. Apalagi melihat jumlah ulat yang dengan cepat meningkat dan memakan habis daun tembakau.
Waktu itu kebetulan harga cabai rawit sedang murah-murahnya. Karena melimpahnya hasil panen menyebabkan stok cabai rawit akhirnya tidak laku terjual dan membusuk . Ayah saya yang kebetulan bekerja di dinas kesehatan setempat mencoba untuk mencari solusi. Dengan peralatan laboratorium seadanya, ayah saya mengambil sampel ulat yang memakan daun tembakau tersebut. Kemudian ayah saya membuat larutan dengan konsentari tinggi dari campuran cabai rawit yang di blender halus ditambah dengan air lalu di semprotkan pada sampel ulat tersebut. Dan dalam hitungan detik, ulat itupun mati. Lalu ayah saya pun membuat larutan dengan jumlah yang lebih banyak lalu di semprotkan ke ladang tembakau kakek saya yang terkena hama ulat. Dan hasilnya pun menakjubkan, kurang lebih 75 % ulat yang ada pun sukses di musnahkan. 

Kemudian di coba lagi penyemprotan kedua di hari berikutnya. Dan kali ini, ulat yang ada di ladang kakek saya tersebut sudah benar-benar musnah.Ayah saya pun segera menginformasikan hal ini kepada instansi terkait, dalam hal ini tentu saja Dinas Pertanian. Dinas pertanian langsung memberikan bantuan alat semprot kepada para petani. Para petani dengan cara sawadaya mengumpulkan cabai rawit yang mereka tanam untuk di jadikan pestisida alami. Dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama, hama ulat pun berhasil di berantas. Sebuah solusi yang sebelumnya tidak pernah terfikirkan oleh banyak orang. Dan belakangan diketahui, bahwa memang ada kandungan zat tertentu pada cabai yang bisa digunakan sebagai bio-pestisida.

Belajar dari nenek moyang kita terdahulu, ternyata ada banyak hal baik yang bisa kita contoh di zaman yang serba instan ini. Kearifan local (local wisdom) yang hingga kini masih terjaga di suatu sistem adat kependudukan suatu daerah, ternyata ikut andil dalam menjaga kelestarian suatu lingkungan. Andai saja ilmu itu di manfaatkan secara tepat guna dan sasaran, tentu saja swasembada pangan yang sudah lama di dengung-dengungkan pemerintah suatu saat akan dapat kita realisasikan. Dan andai saja dampak kerusakan lingkungan pasca penambangan timah bisa segera kita minimalisir dan reklamasikan, bukan tidak mungkin, 50 atau 60 tahun lagi anak cucu kita bisa coba merasakan nikmatnya jeruk, apel, durian ataupun buah-buahan lain hasil pertanian lokal di Bangka Belitung. Yah, semoga saja.

No comments:

Post a Comment