SEJARAH KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE
Masuknya Islam ke Maluku erat
kaitannya dengan kegiatan perdagangan.
Pada abad ke-15, para pedagang
dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan
Islam ke sana. Dari sini muncul
empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja)
yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500),
Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang
dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang
dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat
muslim di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan
Halmahera. Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera
(Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam
menghadapi kekuatan-kekuatan
asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua
kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku.
Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti
pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh
Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan
Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan
Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku. Persaingan
di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan
ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam
persekutuan tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima
bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada
masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan
daerah kekuasaannya meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan
bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo sampai ke Papua.
Kerajaan Tidore mencapai aman keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan Palembang
yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah bagian timur
Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang didirikan oleh Sultan
Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di
Indonesia.
LETAK KERAJAAN
Secara geografis kerajaan ternate
dan tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan irian jaya letak
terletak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa
itu. Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar
sehingga di juluki sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas
utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun
bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan
tersebut agama islam meluas ke maluku, seperti Ambon, ternate, dan tidore.
Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya,
baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
A. KEHIDUPAN POLITIK
Di kepulauan maluku terdapat
kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu
persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan
bersaudara. Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan
membantu ternate, hal ini dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat.
Begitu pula bangsa spanyol memihak tidore akhirnya terjadilah peperangan antara
dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan
perjanjian saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa spanyol harus
meninggalkan maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di
maluku.
Sultan Hairun
Untuk dapat memperkuat
kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng yang di beri nama Benteng
Santo Paulo. Namun tindakan portugis semakin lama di benci oleh rakyat dan para
penjabat kerajaan ternate. Oleh karena itu sultan hairun secara terang-terangan
menentang politik monopoli dari bangsa portugis.
* Sultan Baabullah
Sultan baabullah (Putra Sultan
Hairun) bangkit menentang portugis. Tahun 1575 M Portugis dapat dikalahkan dan
meninggalkan benteng.
B. KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di Kepulauan maluku itu
subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh
dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan
rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting.
Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya
persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian
masyarakat.
C. KEHIDUPAN SOSIAL
Kedatangan bangsa portugis di
kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan
rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam
1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate,
dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian
dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam.
Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang
Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila
pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan
campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga
seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda
di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama
menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar
dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah
yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan
Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat
dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni
Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni
Belanda.
D. KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi
oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan
untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan
rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya
kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
A. Awal Mula Berdirinya Kerajaan Ternate
Pulau Gapi (kini Ternate) berdiri pada abad ke-13 yang beribu kota di
Sampalu, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya
di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang
momole (kepala marga), merekalah yang pertama – tama mengadakan hubungan dengan
para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah. Penduduk
Ternate semakin
heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh
karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering
datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona
diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan
mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin
besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau
kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin
besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka
mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa
generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang
hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan
terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
B. Proses Masuknya Islam di Kerajaan Ternate
Agama Islam mulai disebarkan di Ternate pada abad ke-14. pada abad ke-15
Kerajaan Ternate dapat berkembang pesat oleh kekayaan rempah-rempah terutama
cengkih yang dimiliki Ternate dan adanya kemajuan pelayaran serta perdagangan
di Ternate.
Ramainya perdagangan rempah-rempah di Maluku mendorong terbentuknya
persekutuan dagang yaitu :
Uli Lima (Persekutuan Lima) yang
dipimpin Kerajaan Ternate
Uli Syiwa (Persekutuan Sembilan)
yang dipimpin kerajaan Tidore
Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah. Pada saat itu wilayah kerajaan Ternate sampai ke daerah Filipina
bagian selatan bersamaan pula dengan penyebaran agama Islam. Oleh karena
kebesaransnya, Sultan Baabullah mencapa sebutan “Yang dipertuan” di 72 pulau.
C. Penyebab Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan
Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan
Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis
dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol
ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab
VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku
berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi
dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
No comments:
Post a Comment