Pages

Powered by Blogger.
Get Adobe Flash player

Saturday, 27 September 2014

SEJARAH MATARAM KUNO



SEJARAH MATARAM KUNO
Kerajaan Mataram Kuno adalah salah satu kerajaan jaman Hindu yang banyak meninggalkan sejarah melalui prasasti yang ditemukan. Kerajaan ini pada awalnya berdiri di wilayah Jawa Tengah yang juga dikenal sebagai kerajaan Medang.
Kerajaan mataram kuno atau mataram dengan agama hindu merupakan kerajaan hindu yang pernah berjaya dengan dua dinasti. Dinasti yang pernah berjaya memimpin mataram kuno adalah Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Kerajaan mataram kuno berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan.

Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad 8. Namun, sejak abad 10 kerajaan ini mengalihkan pusat kekuasaannya di Jawa Timur. Saat di Jawa Tengah, pusat kekuasaan berada di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya. Hal ini didasarkan pada penemuan prasati Minto dan Prasasti Anjuk Ladang.



Dalam Prasasti Mantyasih pada tahun 907 disebutkan bahwa raja pertama kerajaan Mataram Kuno atau kerajaan Medang adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Raja ini mengeluarkan prasasti Canggal pada tahun 732. dalam prasasti tersebut tidak disebutkan dengan jelas nama kerajaan yang diperintahnya.

Dalam periode Jawa Tengah, ada 12 Raja yang memerintah kerajaan Mataram Kuno. Raja pertama adalah Sanjaya yang sekaligus pendiri kerajaan Medang. Selanjutnya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang merupakan awal kekuasaan wangsa Syailendra yang mendirikan Candi Borobudur.

Berikutnya adalah Rakai Panunggalan alias Dharanindra, Rakai Warak alias Samaragrawira, Rakai Garung alias Samaratungga. Samaratungga digantikan oleh Rakai Pikatan yang merupakan awal kebangkitan wangsa Sanjaya, Rakai Kayuwangi alias Dyah Pitaloka, Rakai Watuhumalang, Rakai Watukura, Mpu Daksa, Rakai Layang Dyah Tulodong dan Rakai Sumba Dyah Wawa.

Sedangkan periode kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dimulai dari pemerintahan Mpu Sindok yang kemudian digantikan oleh Sri Lokapala. Selanjutnya adalah Makuthawangsawardhana. Dan terakhir adalah Dharmawangsa Teguh sebagai penutup di kerajaan Mataram Kuno atau kerajaan Medang ini.
Nama Kerajaan Mataram Kuno
Secara umum, nama Kerajaan Medang merupakan penyebutan untuk kerajaan mataram hanya pada masa kerajaan mataram waktu berpusat di Jawat Timur. Namun penyebutan tersebut tidak benar secara hirtorisnya.

Hal tersebut didasarkan pada adanya penemuan-penemua prasasti yang berisikan tentang Kerajaan Mataram. Dalam beberapa bukti prasasti tersebut diungkapkan bahwa penggunaan nama Kerajaan Medang sudah digunakan sejak Kerajaan Mataram ada di Jawa Tengah sebelum pindah ke Jawa Timur.

Jadi penggunaan istilah Kerajaan Medang yang mengalami penyempitan makna hanya pada Kerajaan Mataram yang ada di Jawa Timur adalah hal yang keliru. Dan hal tersebut haruslah dibenarkan supaya tidak terjadi pengkaburan sejarah oleh penggunaan istilah yang tidak tepat.

Penggunaan nama Kerajaan Medang untuk periode yang berkuasa di Jawa Tengah biasa dikenal dengan sebutan Kerajaan Mataram. Hal tersebut berdasarkan pada daerah yang dijadikan ibu kota oleh Kerajaan Mataram.

Penggunaan istilah Kerajaan Medang juga biasanya digunakan untuk membedakan Kerajaan Mataram Islam yang Berjaya pada abada ke-16. Kerajaan Medang yang merupakan Kerajaan Mataram yang masih berada di Jawa Tengah juga disebut dengan Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu sebagai pembeda dengan Kerajaan Mataram Islam.
Kerajaan Mataram Kuno - Pusat Kerajaan Medang

Secara umum menurut para ahli sejarah menyatakan bahwa Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh tiga dinasti yang pernah berkuasa pada waktu itu. Ketiga dinasti tersebut adalah Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan Wangsa Isyana. Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra merupakan dua dinasti dari Kerajaan Mataram Kuno yang masih berpusat di Jawa tengah, sedangkan Wangsa Isnaya merupakan Kerajaan Maratam Kuno yang sudah berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

a. Wangsa Sanjaya

Penggunaan nama Wangsa Sanjaya didasarkan pada nama dari raja pertama Kerajaan Medang. Nama dari raja tersebut adalah Sanjaya. Raja Kerajaan Medang ini menganut agama hindu yang menyembah kepada Dewa Siwa atau yang lebih dikenal dengan Hindu aliran Siwa.

Sebagaimana kerajaan lainnya pada umumny bahwa akan ada masa pergantian kedudukan. Hal tersebut juga berlaku pada Kerajaan Medang pada masa Wangsa Sanjaya. Dalam sebuah kajian teori yang dikemukan oleh van Naerssen mengatakan bahwa keruntuhan dinasti Sanjaya adalah pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran yang merupakan pengganti dari raja Sanjaya tepatnya pada tahun 770-an.

b.  Wangsa Sailendra

Dinasti Sanjaya kemudian digantikan oleh Dinasti Syailendra yang berhasil merebut kekuasaan dari Rakai Panangkaran. Raja Syailendra merupakan seorang penganut agama Budha Mahayana. Sejak saat itu Wangsa Syailendra memimpin di Pulau Jawa.

Tidak hanya memimpin Pulau jawa saja, namun juga mampu menaklukan Kerajaan Sriwijaya yang berada di Pulau Sumatra.  Hingga akhirnya pada tahun 840 putri dari Wangsa Syailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang merupakan keturunan dari Wangsa Sanjaya. Dari perkawinannya antara Pramodawardhani maka Rakai Pikatan berhasil menduduki tahta sebagai raja di Kerajaan Medang.

Kemudian oleh Raja Rakai Pikatan, istana kerajaan dipindahkan ke Mamrati. Peristiwa naiknya Rakai PIkatan yang merupakan keturunan dari Wangsa Sanjaya dianggap sebagai kebangkitan dari Wangsa Sanjaya itu sendiri.

Dalam sebuah Prasasti Mantyasih ada perbedaan pendapat mengenai para raja Medang. Berdasarka teori dari Bosch maka berdsarkan nama yang ada di  dalam prasasti tersebut diambil kesimpulan bahwa raja-raja Medang merupakan keturunan dari Wangsa Sanjaya secara keseluruhan.

Namun teori itu tidak sejalan dengan pendapat dari Slamet Muljana yang beranggapan bahwa nama-nama yang ada pada Prasasti Mantyasih adalah daftar nama raja-raja yang pernah berkuasa di Medang. Jadi bukanlah merupakan daftar silsilah keturunan dari Wangsa Sanjaya.

Sebagai contoh adalah tertolaknya teori van Nersen yang menyatakan kekalahan Rakai Panangkaran yang merupakan keturunan Sanjaya oleh Raja Syailendra yang menandakan berpindahnya kekuasaan dari Sanjaya ke Syailendra. Menurut Slamet Muljana bahwa Rakai Panangkaran dianggap bukan merupakan keturunan dari Sanjaya.

Hal tersebut didasarkan pada temuan prasasti yang ada. Prasasti tersebtu adalah Prasasti Kalasan yang mengagung-agunkan Rakai Panangkaran sebagai Sailendrawangsasatilaka. Maksud dari “sailendrawangsasatilaka” adalah permata wangsa Sailendra. Jadi Rakai Panangkaran bukanlah keturunan sanjaya karena disebut sebagai permata sailendra.

Menurut Slamet juga bahwa berdasarkan Prasasti Matyasih maka Rakai Panangkaran hingga Rakai Agung merupakan keturunan dari Wangsa Sailendra. Sedangkan bangkitnya Wangsa Sanjaya setelah Wangsa Sailendra adalah pada waktu Rakai Pikatan menjadi Raja menggantikan Rakai Garung.

Penggunaan nama “Rakai” pada Kerajaan Medang memiliki makna yang sama dengan istilah “Bhre” pada Kerajaan Majapahit. Istilah Rakaia pada Kerajaan Medang dan Bhre pada Kerajaan Majapahit memiliki arti penguasa. Jadi adanya gelar Rakai Panangkaran memiliki arti sebagai penguasa panangkaran. Dalam sejarah yang ditemukan di Prasati Kalasan ditemukan bahwa nama asli dari Rakai Panangkaran adalah Dyah Pancapana.

Di lain waktu ada dinasti ketiga yang berkuasa di Kerajaan Medang. Dinasti tersebut adalah Dinasi Isyana yang merupakan penguasa Kerajaan Mataram setelah pindah dari Jawa Tengah. Dinasi ini memindahkan pusat Kerajaan Mataram yang semula berada di Jawa Tengah berindah ke Jawa Timur.

Pendiri dari Dinasi Isyana yang berpusat di Jawa Timur adalah Mpu Sindok. Mpu sindok sendiri baru membangun kerajaannya di Tamwlang pada tahun 929. Kerajaan yang didirikan oleh Mpu Sindok merupakan lanjutan dari kerajaan Mataram karena pada prasasti yang ada diketahui bahwa Mpu Sindok secara tegas menyatakan bahwa kerajaan yang ia bangun merupakan kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta I Medang I Bhumi Mataram.

Itu merupakan bukti bahwa Kerajaan Mataram yang dibangun oleh Mpu Sindok yang berpusat di Jawa Timur merupakan lanjutan dari Kerajaan Mataram yang sebelumnya ada di Jawa Tengah.
Kepindahan Kerajaan Mataram Kuno
Ketika pemerintahan Dyah Wawa, pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah berakhir. Tidak ada catatan sejarah yang bisa menjabarkan penyebab kepindahan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Termasuk dalam berbagai prasasti yang ditemukan dan dibuat pada masa pemerintahan kerajaan Mataram Kuno.

Namun ada sebuah pemikiran yang dikemukan seorang ahli sejarah dari Belanda, Van Bammelen. Menurutnya, kemungkinan penyebab perpindahan pusat kerajaan Mataram Kuno adalah faktor alam. Dalam hal ini, letusan gunung Merapi kuno yang sangat dahsyat.

Letusan Merapi kuno itulah yang menghancurkan pusat kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno berikut semua fasilitas yang ada. Letusan tersebut menyebabkan adanya perubahan struktur bumi dengan membentuk wilayah yang bernama Gunung Gendol dan juga Pegunungan menoreh. Selain itu, dahsyatnya letusan diperkirakan membawa beberapa dampak erupsi seperti terjangan hujan abu yang cukup pekat dan longsoran batuan vulkanik yang berukuran cukup besar.

Teori ini makin kuat dibenarkan, setelah pada tahun 2010 gunung Merapi meletus yang menimbulkan efek luar biasa. Kawasan jangkauan dampak Merapi pun sangat luas dan menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Sehingga, diperkirakan letusan dahsyat Merapi kuno memang merupakan penyebab dipindahnya pusat kerajaan Mataram Kuno tersebut ke kawasan Jawa Timur.
Kerajaan Mataram Kuno Dan Kebijaksanaan Para Rajanya
Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh seorang raja. Menjadi raja adalah anugerah. Apalagi ketika raja diidentikkan dengan sesosok manusia yang berkuasa layaknya dewa. Punya power luar biasa, kharisma memukau dan kearifan yang tertempa dari pengalaman sarat hikmah. Itulah sekelumit gambaran para raja zaman dahulu. Khususnya ketika masa Kerajaan Mataram Kuno memerintah Pulau Jawa, pada abad ke-8 hingga awal abad ke-11 Masehi.
Kerajaan Mataram Kuno - Keagungan Raja Mataram Kuno

Bagi rakyat di Kerajaan Mataram Kuno, sosok raja begitu mengultus. Dihormati bahkan dipuja keberadaan mereka. Menjadi panutan dalam bersikap maupun berperilaku. Perkataan para raja adalah sesuatu yang sakral. Sabda pandita ratu.

Kata-kata raja merupakan titah yang tak boleh disangkal atau diragukan kebenarannya, pun dengan raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno. Wibawa mereka begitu agung. Bahkan ketika raja tersebut telah mangkat, wibawa mereka tak pudar. Para raja yang telah meninggal, oleh rakyatnya tetap dipuja. Raja-raja itu dibangunkan makam indah dan patung yang dikaitkan dengan sosok para dewa (tradisi Hindu) atau sang Budha (tradisi Budha).    

Terlepas dari sisi kesakralan para raja Kerajaan Mataram Kuno, mereka sebagai manusia adalah sosok terpilih. Kematangan dan kedewasaan dalam berperilaku memang di atas rata-rata masyarakat pada saat itu. Tak heran bila rakyat meletakkan status raja di posisi tertinggi dalam kasta sosial Kerajaan Mataram Kuno.

Meskipun termasuk dalam kasta ksatria yang secara stratanya di bawah kelas brahmana, tapi pengecualian bagi raja. Mereka adalah puncak strata atau kasta. Simbol sekaligus wujud nyata dari keagungan dan kebijaksanaan. Filosofi seperti itu juga berkenaan dengan raja di Kerajaan Mataram Kuno.
Sekilas Kerajaan Mataram Kuno 
Sebelum mengulas lebih jauh bagaimana kebijaksanaan para raja Kerajaan Mataram Kuno, kita ulas selintas sejarah kerajaan yang punya pengaruh nyata bagi kehidupan suku bangsa Jawa itu. Suatu bentuk imperium kekuasaan yang membentang dari wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur.

Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan adigdaya yang meninggalkan banyak bukti arkeologis dari keberadaan mereka. Baik itu berupa prasasti maupun candi-candi megah nan indah yang hingga kini masih dapat dinikmati. Salah satunya adalah candi Borobudur dan Prambanan. Candi termegah dan terelok di dunia.

Selain bernama Kerajaan Mataram Kuno, kerajaan ini juga punya dua nama lain yang dikenal yakni Kerajaan Medang dan Kerajaan Mataram Hindu. Nama Kerajaan Medang banyak ditemukan di prasasti-prasasti hasil temuan para arkeolog.

Sedangkan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu, mengacu pada salah satu daerah yang menjadi ibu kota kerajaan tersebut, yaitu Mataram. Ada pun penamaan di belakangnya yakni ‘Kuno’ atau ‘Hindu’, untuk membedakan dengan kerajan lain yang muncul beberapa abad kemudian, Kerajaan Mataram Islam.

Lalu, di mana letak wilayah bernama Mataram tersebut? Sebagian besar pakar sejarah menunjuk Kota Yogyakarta sebagai wilayah yang dikenal bernama Mataram. Dahulunya, daerah ini adalah pusat pemerintahan dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kebudayaan dan bertahtanya para raja dari kerajaan penguasa tanah Jawa tersebut. Ibu kota awal dari berdirinya Kerajaan Mataram Kuno.

Tetapi, dari beberapa prasasti yang telah ditemukan, ibu kota Kerajaan Mataram Kuno ternyata tak hanya ada di Mataram. Ada beberapa tempat yang pernah menjadi pusat pemerintahan. Mulai dari ‘Mamrati’ dan ‘Poh Pitu’, diperkirakan terletak di daerah Kedu. Lalu ‘Tamwlang’ (Tembelang), dan ‘Watugaluh’ (Megaluh). Keduanya nama daerah tersebut terletak di daerah Jombang, Jawa timur. Daerah terakhir adalah ‘Wwatan’ (Wotani), terletak di daerah Madiun, Jawa Timur.

Berikut rincian dari nama-nama ibu kota dari Kerajaan Mataram Kuno berdasarkan prasasti-prasasti yang telah ditemukan dan bisa terbaca:
  • Medang i Bhumi Mataram (masa pemerintahan Raja Sanjaya).
  • Medang i Mamrati (masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan).
  • Medang i Poh Pitu (masa pemerintahan Raja Dyah Balitung).
  • Medang i Bhumi Mataram (masa pemerintahan Raja Dyah Wawa).
  • Medang i Tamwlang (masa pemerintahan Raja Mpu Sindok).
  • Medang i Watugaluh (masa pemerintahan raja Mpu Sindok).
  • Medang i Wwatan (masa pemerintahan raja Dharmawangsa Teguh).


Meskipun berganti-ganti nama ibu kota atau pusat pemerintahan, nama Mataram adalah nama yang lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan. Mataram pun jadi ikon dari kemegahan dan keagungan Kerajaan Mataram Kuno. Dari pergantian letak ibu kota tersebut, Kerajaan Mataram Kuno dibagi ke dalam dua periode, yakni periode Jawa Tengah dan Jawa Timur.  

Sejarah mencatat bahwa selama rentang kejayaan Kerajaan Mataram Kuno, ada tiga dinasti (wangsa) yang pernah berkuasa. Yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.

Wangsa Sanjaya mengacu pada nama raja pertama Kerajaan Mataram Kuno, Raja Sanjaya yang menganut agama Hindu aliran Siwa. Dinasti berikutnya adalah Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Pada masa kedua dinasti ini berkuasa (Wangsa Sanjaya dan Sailendra), pusat pemerintahan masih di wilayah Jawa Tengah (periode Jawa Tengah).

Adapun pada masa dinasti terakhir yaitu Wangsa Isyana, pusat pemerintahan sudah berada di kawasan Jawa Timur (periode Jawa Timur). Dinasti yang didirikan oleh Mpu Sindok ini, membangun pusat pemerintahan di Tamwlang (Tembelang) sekitar tahun 929 Masehi.
Kebijaksanan Para Raja Kerajaan Mataram Kuno
Selama tiga abad, Kerajaan Mataram kuno diperintah oleh 16 raja. Raja-raja ini punya kekhasan kebijakan dalam memerintah. Pemikiran dan tingkah laku mereka, jadi acuan mayoritas rakyat Kerajaan Mataram Kuno. Berikut ini nama dari raja-raja tersebut:        
  1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno.
  2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra.
  3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra.
  4. Rakai Warak alias Samaragrawira.
  5. Rakai Garung alias Samaratungga.
  6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya.
  7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala.
  8. Rakai Watuhumalang.
  9. Rakai Watukura Dyah Balitung.
  10. Mpu Daksa.
  11. Rakai Layang Dyah Tulodong.
  12. Rakai Sumba Dyah Wawa.
  13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur.
  14. Sri Lokapala, suami Sri Isanatunggawijaya.
  15. Makuthawangsawardhana.
  16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir.
Keenambelas raja Kerajaan Mataram Kuno tersebut merupakan sosok yang punya kharisma dan kebijaksanaan dalam memerintah. Kewibawaan yang terbangun bukan hanya karena statusnya sebagai raja, namun juga disebabkan kebijaksanaan mereka dalam berpikir dan berbuat.

Mereka pun tak hanya dihormati, tapi juga dicintai oleh rakyatnya. Berikut ini, diambil tiga raja pertama dari kerajaan Mataram Kuno. Setidaknya mereka bisa mewakili kebijaksaan dari ke-13 raja-raja lainnya. Memberikan contoh bagaimana sosok ideal seorang raja dalam memerintah.

No comments:

Post a Comment